Widget HTML #1

Contempt Of Court? Wibawa Pengadilan? Apakah Indonesia mengenal Contempt Of Court?

Meninjau Kembali Urgensi Pengaturan Delik Contempt of Court dalam Sistem Peradilan Indonesia

Ikhtisar
Sistem peradilan yang berwibawa merupakan pilar utama dalam penegakan hukum. Salah satu isu yang kerap dibahas adalah perlunya pengaturan khusus mengenai delik contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan. Di beberapa negara, seperti dalam sistem hukum Anglo-Saxon, contempt of court diatur secara ketat untuk menjaga wibawa peradilan. Namun, dalam konteks Indonesia, masih terjadi perdebatan mengenai urgensi pengaturannya.

Artikel ini membahas peran dan kewenangan hakim dalam sistem hukum Indonesia, perbandingannya dengan sistem hukum lain, serta dampak yang mungkin timbul jika contempt of court diatur secara khusus. Selain itu, akan dianalisis relevansi Pasal 207 dan 217 KUHP dalam konteks ini, serta studi kasus yang melibatkan Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo. Kajian ini bertujuan untuk memberikan perspektif yang lebih luas terkait relevansi pengaturan delik tersebut dalam sistem hukum Indonesia.

Wibawa Pengadilan
Ilustrasi Contempt Of Court
Pendahuluan

Peradilan yang independen dan bebas dari intervensi adalah prinsip fundamental dalam sistem hukum. Namun, di sisi lain, hakim juga memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan penghormatan terhadap institusi peradilan.

Dalam praktiknya, contempt of court sering kali dianggap sebagai ancaman terhadap wibawa pengadilan, terutama dalam menghadapi kritik dari publik atau media. Beberapa negara telah mengatur delik ini dengan ketat, sementara di Indonesia masih terjadi perdebatan terkait urgensi pengaturannya. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji apakah sistem hukum Indonesia benar-benar membutuhkan aturan khusus terkait contempt of court atau tidak.

Pembahasan
1. Peran dan Kewenangan Hakim dalam Sistem Peradilan Indonesia
Hakim di Indonesia memiliki independensi dalam memutus perkara tanpa terikat pada preseden. Dalam sistem hukum Indonesia yang menganut sistem civil law, putusan hakim lebih banyak didasarkan pada undang-undang yang berlaku dibandingkan dengan yurisprudensi.

Kewenangan ini membuat hakim memiliki peran yang sangat sentral dalam sistem peradilan. Namun, hal ini juga memunculkan tantangan tersendiri, terutama dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap pengadilan.

2. Perbandingan dengan Sistem Hukum Anglo-Saxon
Dalam sistem hukum common law, seperti yang diterapkan di Amerika Serikat dan Inggris, contempt of court diatur dengan ketat. Delik ini mencakup berbagai tindakan yang dianggap merendahkan martabat pengadilan, seperti mengganggu jalannya persidangan, tidak mematuhi perintah pengadilan, atau memberikan pernyataan yang dapat memengaruhi proses hukum yang sedang berlangsung.

Berbeda dengan sistem hukum Indonesia yang mengutamakan asas legalitas dalam pemidanaan, sistem common law memberikan ruang bagi hakim untuk menafsirkan dan menegakkan aturan terkait contempt of court berdasarkan preseden yang ada.

3. Analisis Pasal 207 dan 217 KUHP dalam Konteks Contempt of Court
Meskipun Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur contempt of court, beberapa ketentuan dalam KUHP dapat diterapkan untuk menjaga wibawa pengadilan:
  • Pasal 207 KUHP: Mengatur tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
  • Pasal 217 KUHP: Mengatur tentang kegaduhan dalam sidang pengadilan atau di tempat di mana seorang pejabat sedang menjalankan tugasnya yang sah di muka umum.
Kedua pasal ini dapat digunakan untuk menindak perilaku yang merendahkan martabat pengadilan, meskipun tidak secara spesifik mengatur tentang contempt of court.

4. Studi Kasus: Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo
Kasus yang melibatkan Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo menjadi sorotan terkait penerapan contempt of court di Indonesia. Pada Februari 2025, keduanya terlibat dalam insiden kericuhan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang dianggap mengganggu jalannya persidangan.

Akibat insiden tersebut, Mahkamah Agung membekukan berita acara sumpah advokat milik Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo, yang berarti mereka tidak dapat beracara hingga waktu yang tidak ditentukan.

Kesimpulan
Meskipun contempt of court banyak diterapkan di negara-negara common law, urgensi pengaturannya dalam sistem hukum Indonesia masih perlu dikaji lebih lanjut. Independensi hakim, perbedaan budaya hukum, serta prinsip kebebasan berekspresi menjadi faktor utama yang harus diperhatikan sebelum menerapkan aturan khusus mengenai delik ini.

Saran
  1. Meningkatkan Pemahaman Masyarakat tentang Contempt of Court
  2. Penguatan Kode Etik dan Pengawasan Profesi Hukum
  3. Penerapan yang Proporsional terhadap Pasal 207 dan 217 KUHP
  4. Revisi Terbatas terhadap Hukum yang Ada

Referensi Hukum & Pustaka
  1. KUHP Pasal 207 & 217
  2. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
  3. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
  4. Kode Etik Hakim dan Advokat
  5. Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia.
  6. Lubis, Todung Mulya. In Search of Human Rights.
  7. Rahardjo, Satjipto. Membangun Sistem Hukum yang Berkeadilan.
  8. Soehino. Ilmu Negara.
  9. Hukum Online. "Contempt of Court dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia."
  10. Tempo. "Sederet Kasus Contempt of Court, dari Tomy Winata hingga Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo."
  11. Kompas. "Razman Nasution dan Firdaus Oiwobo Tak Bisa Beracara Sampai Waktu yang Tak Terbatas."

Konsultasi Hukum dapat Menghubungi Kami RZ & Partners Law Office

Rifa Zulkarnain, S.H., M.H.
Rifa Zulkarnain, S.H., M.H. "Lex Semper Dabit Remedium"

Post a Comment for "Contempt Of Court? Wibawa Pengadilan? Apakah Indonesia mengenal Contempt Of Court?"